Tantangan dan Strategi Pertumbuhan Ekonomi Nasional di Tengah Merebaknya Varian Omicron

 

Tata Pelaksanaan

Diskusi Kampus II telah terlaksana pada hari Sabtu, 12 Maret 2022. Dengan tema “Tantangan dan Strategi Pertumbuhan Ekonomi Nasional di Tengah Merebaknya Varian Omicron” yang dibawakan oleh Wakil Dekan III FEB USU, Bapak Paidi Hidayat. Diskusi Kampus II berlangsung mulai pukul 15.15 WIB dan dihadiri oleh 45 partisipan. Tingkat kehadiran dilihat dari banyaknya partisipan. Peserta yang hadir berasal dari beberapa jurusan dan organisasi intra maupun ekstra yang berada di lingkungan kampus FEB USU seperti: HMI, BP2M, SAPMA IPK, CC, KMK IL, dan KMK UP. Pelaksanaan Diskusi ini dimulai dari pembukaan oleh MC, Dewi Oktaviani Tambunan (Wakil sekretaris bidang Kerohanian) yakni doa pembuka, kata pembuka, menyanyikan Lagu Indonesia Raya, dan pembacaan CV Moderator. Lalu diserahkan kepada Mario Steven Hutauruk (Wakil sekretaris bidang Aksi dan Pelayanan) selaku Moderator untuk memandu jalannya perdiskusian. Dilanjutkan dengan pemaparan materi oleh Bapak Paidi Hidayat. Setelah pemaparan materi dilanjutkan dengan dua kali Sesi Tanya Jawab. Setelah itu, closing statement dari Pemateri dan Moderator. Kemudian Moderator menyerahkan kepada MC untuk menutup perdiskusian (doa penutup dan sesi dokumentasi).


Resume Materi

TANTANGAN DAN STRATEGI PERTUMBUHAN EKONOMI NASIONAL DI TENGAH MEREBAKNYA
VARIAN OMICRON

Virus Covid-19 varian Omicron yang menyebar sangat cepat telah menghambat tren pemulihan ekonomi global di 2021. Pada awal tahun 2022, Omicron dapat menjadi ancaman bagi pemulihan ekonomi nasional seiring kasus positif Covid-19 yang kembali dalam tren peningkatan pesat. Naiknya kasus Omicron akan berpengaruh pada mobilitas dan dampaknya terhadap aktivitas ekonomi dan kinerja ekonomi tahun 2022. Pertumbuhan ekonomi dunia diprediksi mencapai 4,9% pada 2022. Hampir seluruh perekonomian tumbuh berlambat setelah tahun 2021 tumbuh cukup tinggi. Perdagangan dunia melambat pada 2022 dengan pertumbuhan 6,7%.

Beberapa tantangan pertumbuhan dalam perdagangan tahun 2022:
1. Moderasi pertumbuhan ekonomi China
2. Kelangkaan kargo yang menyebabkan lamanya dwelling time
3. Kecenderungan koreksi perdagangan migas karena clean energy policy

Perkembangan FDI dan Indikator Ekonomi Global
FDI Global mencapai sekitar $852 Milyar yang menjadi sinyal momentum rebound. Unctad (2021) menyebutkan peningkatan tersebut memulihkan lebih dari 70% kerugian akibat pandemi Covid-19 di tahun 2020. Tetapi 2022 diperkirakan terkoreksi karena faktor-faktor global. Catatan The Economist (2021) terkait dengan perkembangan beberapa indikator negara-negara emerging market:
✓ Indikator yang digunakan adalah current account deficit, utang publik, cadangan devisa, inflasi, dan utang eksternal.
✓ Vulnerability index score menunjukkan kerapuhan ekonomi.
✓ Argentina menjadi yang paling rapuh (skor 33) sedangkan Indonesia berada pada posisi moderat (skor 15).

Kondisi Ekonomi Indonesia
Pertumbuhan ekonomi mengalami rebound pada triwulan IV-2021, setelah sempat tertahan pada triwulan III 2021. Pertumbuhan ekonomi pada triwulan IV 2021 tumbuh sebesar 5 persen atau secara full year sebesar 3,7 persen. Pemulihan daya beli masyarakat, perbaikan investasi, serta tumbuh tingginya ekspor menjadi penopang perekonomian tahun 2021. Terdapat 5 sektor lapangan usaha yang tetap tumbuh positif di tengah pandemi, yakni sektor informasi dan komunikasi, sektor jasa kesehatan dan kegiatan sosial, sektor pengadaan air, pengelolaan sampah, limbah dan daur ulang, sektor pertanian, kehutanan, dan perikanan, sektor real estate (konstruksi). Seluruh komponen pertumbuhan ekonomi mengalami kontraksi di saat pandemi, sejak Triwulan II 2021 laju masing-masing komponen sudah kembali positif. Tantangannya, laju pertumbuhan Konsumsi Rumah Tangga masih di bawah rata-rata sebelum pandemi, padahal komponen ini merupakan contributor terbesar dalam PDB. Konsumsi Rumah Tangga dan PMTB masih belum kembali pada situasi sebelum pandemi. Dibanding PDB ADHK tahun 2019, PDB ADHK tahun 2021 untuk komponen C masih
minus Rp. 39,7 T dan I minus Rp. 48,4 T. Perlu penguatan daya beli dan investasi untuk mendorong konsumsi (C) & investasi (I). Porsi Konsumsi Rumah Tangga dan Investasi (PMTB) tetap mendominasi PDB di saat pandemi, masing-masing 54,42% dan 30,81% pada tahun 2021. Menariknya, seiring laju pertumbuhan ekspoir yang menguat, porsi ekspor pada 2021 (21,56%) lebih tinggi dari porsi impor (18,86%).

Indikator Pemulihan Ekonomi
Berdasarkan data PMI Manufaktur menunjukkan per Februari 2022, ekspansi industri pengolahan Indonesia melambat di level 51,2 namun masih di zona ekspansi atau di atas level 50. Sejak, September 2021-Januari 2022, kinerja industri pengolahan selalu berada di zona ekspansi. Pada Oktober 2021, Indonesia mencatat rekor dengan data PMI Manufaktur di level 57,2. Indeks Kepercayaan Konsumen (IKK) tahun 2021 pada level optimis sebesar 118,34 dan naik cukup tinggi dari level pesimis pada tahun 2020 yakni sebesar 96,50. Share konsumsi pemerintah terhadap PDB bergerak di bawah 10%. Sementara, pertumbuhan konsumsi pemerintah bergerak fluktuatif dan turun apda triwulan III 2021 hanya 0,66% (YoY). Kontribusi Pembentukan Modal Teta p Bruto bergerak di atas 30%. Namun, pertumbuhannya melambat pada akhir Triwulan III 2021, setelah tumbuh tinggi pada triwulan sebelumnya. Kontribusi ekspor terhadap PDB masih rendah, rata-rata di bawah 25%. Sementara itu, pertumbuhan ekspor akhir Triwulan III 2021 disebabkan lonjakan harga komoditas. Pertumbuhan ekonomi sekitar 5%, rata-rata memerlukan laju pertumbuhan kredit sebesar 9,5% (2014-2019). Target pertumbuhan kredit 2022 sebesar 7,5% + !% atau sebesar Rp 6.201,22 T. Masih terdapat gap kebutuhan kredit sebesar Rp 589,12 T untuk menopang target pertumbuhan ekonomi sebesar 5,2% pada tahun ini.

 

Tantangan Ekonomi Indonesia

1. Tappering Off
Di sisi moneter, isu global yang membayangi pemulihan ekonomi mengerucut pada rencana tapering-off AS. Seiring inflasi AS yang berada di atas target The Fed, maka Bank Sentral AS akan mengurangi pembelian surat utang pemerintah yang implikasi selanjutnya adalah kemungkinan naiknya bunga acuan.

2. Geopolitik Memanas, Harga Minyak Melonjak

Tensi geopolitik global meningkat seiring memanasnya isu Russia-Ukraina yang kemudian melibatkan negara-negara dengan perekonomian dominan di dunia. Ujung situasi ini adalah harga minyak mentah global yang sebelumnya sudah mengalami tren meningkat seiring mulai pulihnya ekonomi, semakin melesat menuju US$ 100 per barrel. Setiap kenaikan harga minyaK mentah US$ 1 per barel, dampaknya :
▪ Subsidi listrik naik Rp. 295 miliar
▪ Subsidi elpiji naik Rp. 4,7 triliun
▪ Subsidi minyak tanah naik Rp. 49 miliar
▪ Beban komponen BBM kepada Pertamina naik Rp. 2,65 triliun

3. Harga Komoditas Meninggi, Inflasi Mengintai
Pemulihan ekonomi global juga mendorong peningkatan permintaan komoditas. Di sisi lain, supply tidak secara cepat mengimbangi naiknya demand. Akibatnya harga komoditas mengalami peningkatan dan pada akhirnya juga mendorong inflasi yang bersumber dari
barang bergejolak dan impor.

4. PDB Riil per Kapita Belum Kembali ke Level Pra-Krisis
Walaupun PDB nominal per kapita tahun 2021 sudah berada di atas level pra-krisis, namun PDB rill per kapita tahun 2021 masih di bawah pra-krisis. Sementara itu, terdapat efek luka pasca COVID pada ekonomi dan sosial, seperti penurunan produktivitas tenaga kerja dan modal, Learning Loss dan Job Loss, serta pemulihan dunia usaha yang lambat.

5. Kondisi Pengangguran dan Kemiskinan Mengalami Perbaikan, Namun Belum Kembali Ke Masa Sebelum Pandemi Covid-19.
Kondisi pengangguran Indonesia perlahan mengalami perbaikan, tercermin dari jumlah pengangguran dan Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) yang mengalami penurunan seiring dengan pemulihan ekonomi dan kembali berjalannya aktivitas masyarakat selama diterapkannya kebijakan PPKM Leveling. Kondisi kemiskinan yang tercermin dari Tingkat kemiskinan juga mengalami perbaikan. Namun, tingkat pengangguran dan kemiskinan belum dapat kembali ke masa sebelum pandemi Covid-19.

Strategi Mahasiswa dalam Menghadapai Tantangan Ekonomi Nasional di Masa Pandemi:

  1. Tetap berpikiran positif bahwa tidak ada masalah yang tidak bisa diselesaikan dan selalu optimis akan adanya suatu kesempatan emas untuk mencapai hasil dan tujuan.
  2. Menganalisis dan mempelajari perubahan yang terjadi dalam segala aspek baik ekonomi, kesehatan, sosial, dan lainnya terlebih dahulu sebelum bertindak.
  3. Bekerja sama dengan perguruan tinggi, pengusaha, dan pemerintah dalam rangka pemulihan ekonomi melalui peningkatan daya beli/laju ekonomi dengan tetap mematuhi kebijakan social distancing (PPKM).
  4. Menampung aspirasi mahasiswa dan pelaku dunia usaha untuk disampaikan kepada pemerintah agar ditindaklanjuti dan dibuatkan kebijakan yang tepat.
  5. Penuh inisiatif dan kemandirian yang tinggi melihat kesempatan yang ada. Generasi muda dapat memulai usaha dengan memanfaatkan bantuan sosial UMKM dari pemerintah sebagai modal agar selamat dari kondisi saat ini.
0 0 vote
Article Rating